Call Me Bloddmate


SEDARAH

Sekelompok remaja terlihat berkumpul membentuk lingkaran di tengah taman, remaja kampus yang datang dengan niat tulus ingin mengerjakan tugas kelompok dan berakhir pada permainan ‘Truth or Dare’ dengan alasan bosan.

Padahal mereka belum mengerjakan apa-apa.

"Siska, Truth or Dare! Kamu pernah pura-pura pingsan di depan Kak Rayhan gara-gara ketahuan me-ngun-tit!" Yang bicara mengajukan pertanyaan dengan bangga seakan telah melakukan perbuatan terpuji, Bayu.

Sementara Siska yang dilempari pertanyaan langsung berubah tegang dengan mata melotot menatap tajam kepada Bayu seakan ingin mengulitinya.

"Jawab dong!" Salah satu dari mereka berteriak kompor, Kinar.

"Pilihannya ada dua, kalo kamu pilih Truth berarti sudah pasti benar dan kamu gak perlu menjelaskan, tapi kalo pilihannya Dare berarti kamu memilih hukuman dengan imbalan siap-siap gosipnya menyebar sendiri" setelah Bayu mengatakan itu, serempak mereka semua tertawa kecuali Siska.




"Ya udah, aku pilih Truth!" Demikian jawaban Siska hanya seperti cicitan.

 .


 .

 .

 .

 .


"AHAHAHAHA!!!!"

  
Tapi sayang semua sudah mendengarnya.

"Jadi bener kamu pernah pura-pura pingsan waktu itu?" Pekik Kinar ditengah gelakan tawanya.

Siska hanya tertunduk dengan muka merah merona. Malu? Iya, tapi sebenarnya dia senang karena ini menyangkut Kakel Idamannya.

"Next!" Seruan Fauzan menginterupsi semuanya.

"Giliran aku yah!" Sambungnya lalu mulai menutup mata dan langsung menghirup nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Seakan menyiapkan sesuatu yang besar.

"Cepetan Ojan! Apa sih lama banget. Kayak mau ngapain aja" sekarang Siska yang balik berteriak.

"Iya bentar! Eum... ini buat ..." Fauzan mulai mengedarkan pandangannya dan pandangan itu berhenti tepat pada gadis yang duduk persis di sampingnya.

"Rina, Truth or Dare!" Fauzan menepuk punggung tangan Rina, si empunya menatapnya dengan gugup.

"Menurut kamu, siapa di antara kita yang sedarah tapi bukan saudara!" Pungkas Fauzan menyudahi pertanyaannya, jangan lupa semua pasang mata yang juga mulai menatapnya tajam.



Bahkan Kinar sampai melototinya, seram.

Rina, tertunduk diam. Ekor matanya melirik sosok gadis di hadapannya yang sama diamnya sejak tadi mereka sampai. Sosok gadis dengan tatapan sendu dan tersenyum simpul padanya saat ini.

"Pus..." Fauzan membuka mulutnya perlahan seakan menuntun Rina untuk menyebutkan satu nama.

"Ojan! Diem dulu! Biarin Rina yang jawab sendiri!" Remet Siska berbisik.

"Pus ..." Fauzan melakukannya lagi.

"Pus .." dan dengan mudahnya Rina menurut. Dia mulai membuka mulut demi mengucapkan nama itu.

"Iya! Pus ..." Fauzan mulai geram. Rina tidak mungkin lupa siapa nama yang akan disebutnya kan?

"Pus ..."

"Pusing deh! Gak ada pertanyaan lain apa?" Ucap Rina kesal yang kemudian dihadiahi jitakan Fauzan di keningnya.

"Bilang Puspa aja susah banget. Lebih mudah ngatain orang daripada nyebut nama sahabat sendiri.

Heran" sinis Fauzan.

Rina mencebik kesal. Sejujurnya dia tidak bermaksud untuk melakukan itu, dia bahkan sudah berdamai dengan gadis bernama Puspa itu tapi gengsinya masih terlalu mendominasi dan dia terlalu Jumal (baca : Jual Mahal) untuk meminta maaf duluan. Walaupun dia yakin Puspa akan memaafkannya tanpa harus dia meminta maaf lebih dulu.

Itu mutlak.

"Eh! Eh! Ada Kak Rayhan tuh!" Bayu kembali bersuara setelah satu tangannya sibuk mencolek lengan Siska. Terang saja Siska langsung bersemu merah seperti lobster rebus buatan maminya Kinar.

Seorang pria sebaya yang disebut Rayhan itu berjalan mendekat bersama seorang temannya. Dilihat dari gayanya, Rayhan memang pantas menjadi Kakak kelas idaman, sepatu Supreme, Ripped Jeans, t-shirt hitam dengan outher kemeja perpaduan merah dan hitam dan tidak lupa dengan snapback di puncak kepalanya yang menambah kesan Cool. Siapa yang tidak tahu Rayhan Tansani Triyadi? Raja kampus dengan segudang prestasi dan popularitas, meskipun datang dari keluarga kaya tak membuatnya angkuh bahkan Rayhan terkenal ramah dan banyak teman.

Idaman wanita sekali.

Disampingnya ada Abid Al Katiri, wajahnya manis dengan lesung pipit dan matanya yang sipit. Meskipun gayanya tidak seramai Rayhan tapi Abid juga termasuk Kakel idaman karena perawakannya yang sederhana dan juga ramah apalagi Abid termasuk orang yang murah senyum.



Kesederhanaan yang diidamkan.

Datangnya kedua senior itu membuat mereka semua berdiri terutama Siska yang berdiri paling depan.

"Kak Ian ngapain kesini?"

Ingin sekali Siska menanyakan itu tapi sayang Rina sudah mendahuluinya, toh Rina itu adalah Kekasih Rayhan kan. Siska bisa berharap apa lagi? Tapi untungnya Rina bukan tipe pencemburu akut, dia tidak akan marah jika ada gadis lain juga menyukai Rayhan, selama Rayhan masih dalam pengawasannya dan masih menjadi kekasihnya, Rina akan baik-baik saja. Itu katanya.

"Aku .." Rayhan menggantung ucapannya membuat Rina mendeliknya tajam.

"Gak lah! Aku mau jemput kamu. Pulang yuk! Udah kelar kan?" Rayhan mengusap rambut Rina kemudian merangkulnya menjauh dari kerumunan itu.
  
Siska lagi-lagi mencebik. Untuk ke sekian kalinya dia harus tahan melihat sahabatnya sendiri berduaan dengan pria idamannya. Kendati dia masih tau diri.

Tinggalah Abid yang mulai berjalan menghampiri gadis bernama Puspa itu, dengan senyum sederhana namun mampu memikat hati banyak orang.

"Uumm... kamu lagi laper gak? Aku traktir Bakso yah?!"

Dan ajakan itu berbuah manis. Puspa menerima ajakan Abid meskipun hanya sebatas rasa tidak enak hati mengingat Abid adalah sahabat Rayhan dan Rayhan adalah kekasih sahabatnya, Rina.

Bicara tentang Rina, Lulu - nama akrabnya - masih tidak bisa menembus jalan fikiran sahabatnya itu. Hanya karena hal sepele Rina sampai bersikap cuek padanya sampai selarut ini. Sebenarnya Lulu tidak masalah, lagipula dia tahu betul perangai Rina seperti apa. Rina tidak akan bisa marah padanya bahkan untuk hal sekecil rebutan permen saja. Lulu hanya memberi ruang bagi Rina untuk melakukan apa yang dia mau.

Bukankah pada akhirnya Rina sendiri yang akan datang padanya?

"Puspa!"

Lulu tersentak. Sudah berapa lama dia melamun sampai tidak sadar jika mereka sudah duduk di sebuah cafe dekat kampus.

"Kamu gak apa-apa?" Tanya Abid cemas.

"Gak kok! Hehe" Lulu tersenyum simpul, menyelipkan sedikit rambutnya ke belakang telinga.

Bolehkah Abid jujur jika saat itu dia merasa seperti es krim yang mencair?




"Kamu masih marahan sama Rina ya?" Abid bertanya lagi sambil mengaduk Orange Juice miliknya dengan sedotan.

"Sebenernya sih kita gak marahan. Cuma Rina yang agak sensi. Kamu tau sendiri lah Rina itu orangnya gimana" jawab Lulu seadanya.

"Dia sensi cuma sama kamu deh kayaknya" Abid baru ingat jika selama mereka berteman, Rina memang paling sensi jika sudah berhubungan dengan Lulu.

"Gapapa sih asal dia nyaman. Aku juga gak masalah" sahut Lulu lagi, nayatanya tak ada keraguan dalam ucapannya membuat Abid berfikir dua kali lebih keras.

Abid terdiam memandangi Lulu yang mulai menyantap hidangan pembuka mereka. Es krim coklat kesukaannya, katanya. Abid tahu karena dia sering melihat Lulu makan Es Krim coklat bersama Rina.

"Kamu suka banget ya sama coklat?!" Pertanyaan Abid lagi-lagi menginterupsi kegiatan makan Lulu.

"Bukan aku, tapi Rina! Selera makannya bagus loh, coklat dan es krim" Lulu tersenyum manis, tiba-tiba dia merindukan jajan bersama gadis itu.

"Dulu waktu di SMA kita sering banget jajan bareng pulang sekolah. Beli coklat, beli es krim, beli bakso sampe uang kita habis kita gak bisa berhenti. Kita suka banget beli coklat koin, biasanya kalo di sekolah kita suka saling tukar coklat. Rina bakalan seneng banget kalo dikasih coklat, apalagi kalo dia lagi ngambek. Dikasih coklat satu aja dia pasti gak marah lagi" cerita Lulu mengenang masa SMA nya bersama Rina dulu.

"Terus kalo kamu, gimana?" Tanpa sadar Abid bertanya.

"Maksudnya?"

"Maksud aku, Rina sama kamu gimana?" Abid memperjelas, hampir saja dia keceplosan.

"Dia ..."

...

"... gak pernah ngasih apa-apa"

Rayhan langsung melayangkan jitakan manis di dahi Rina atas ucapannya yang kelewat santai.

"Itu namanya kamu gak peka. Puspa udah baik banget karena dia mengerti kamu sepenuhnya bahkan dia tau cara supaya kamu gak marah lagi, tapi kamu malah sukanya ngambek terus, marah terus, cepet tua lho” omel Rayhan geram.

Rina mencebik sambil mengelus kepalanya yang masih berdenyut.

"Kenapa sih kalian suka banget jitak kepalaku? Emangnya gak sakit apa? Tadi sih Ojan sekarang Kak Ian juga, nge-fans banget ya sama jidatku?”

"Gak tau ya. Kayaknya di kepala kamu tu punya magnet ajaib, jadi bawaannya pingin jitak aja. Mau lagi?!" Rayhan sudah siap dengan telunjuknya tapi Rina buru-buru mengelak.

"Apaan sih kak Ian. Gak lucu deh!" Kesalnya.

"Terus kamu masih mau kayak gini? Diem-dieman sama Puspa sampe kapan tau deh" Rayhan menyindir sambil tangannya meraih dua piring pasta yang baru tiba. Lalu memberikan satunya pada Rina.

"Es krim coklatnya mana?" Tagih Rina. Dia masih ingat tadi Rayhan menjanjikan satu cup es krim coklat jika Rina mau menceritakan masalahnya.

"Baikan dulu sama Puspa!" Kilah Rayhan tak peduli.

"Ck! Nyesel jad-"

"Apa?! Gak denger?!"

"Enggak!"

Rayhan meletakkan garpu di sisi piring Rina sambil memandangi gadis itu dengan senyuman yang sulit diartikan.

"Kenapa sih?" Seru Rina ketus.

"Kamu tau gak? Pacaran sama kamu tuh berasa kayak lagi jagain adek sendiri. Ngambekan, es krim, coklat, terus marah-marah gak tau pasalnya" Rayhan terkekeh mengingat perbuatan kekanakan Rina padanya bahkan pada semua orang.

Sementara yang dibicarakan hanya tertunduk dengan bibir mengerucut.

"Kadang aku mikir, kok bisa ya aku kepincut sama kamu padahal jalan sama kamu tuh sama aja kayak jalan sama Idan" lagi Rayhan tertawa karena membandingkan Rina dengan adiknya di rumah. Terkadang dia sengaja melakukannya untuk melihat respon lucu dari kekasihnya itu. Anehnya Rina tidak pernah merasa tersinggung dengan ucapannya yang menjurus ambigu.

"Terus aja gitu. Bandingin aku sama Id-"

"Tapi sejak pacaran sama kamu, aku jadi lebih dewasa. Efeknya, aku mulai nyambung ngobrol sama Abang, Zidan juga mulai nyaman sama aku, bahkan teman-teman juga ngerasa kalo aku jadi lebih bijak sejak pacaran sama kamu" Rayhan berterus terang dan Rina hampir saja menangis terharu kalau saja Rayhan tidak mengatakan ..

"Si tukang ngambek!" Ucap Rayhan sambil mencubit gemas pipi Rina.



"Kak Ian!"

...

Di kelas, Rina sibuk memainkan pulpen di jarinya, matanya sesekali melirik Lulu yang duduk di seberang bangkunya dan fokus pada Dosen di depan. Jujur saja sebenarnya Rina ingin berlari pada gadis itu dan memeluknya lalu berteriak mengatakan kabar bahagia bahwa kemarin Rayhan baru saja membelikannya boneka beruang.

Tapi tentu saja gengsi ada di atas segalanya.

"Eh! Ngapain sih ngelirik-ngelirik? Kangen yah?!" Kepala Fauzan menyembul di antara pandangannya pada Lulu.

"Apaan sih. Enggak!" Ketus Rina langsung memalingkan wajah.

Fauzan tersenyum, dia menggeser bangkunya hingga ke samping Rina.

"Katanya gak pernah bohong? Dosa loh!" Fauzan mengedipkan matanya sekali sambil mencolek lengan Rina.

Fauzan benar. Rina memang sudah tidak tahan dengan semuanya. Dia merasa lelah karena harus berjauhan dengan Lulu hanya karena hal sepele. Benar-benar sepele.

"Tau akh!"

...

Lulu tersenyum ketika atensinya menangkap sosok Rina di sudut kantin sedang duduk sendirian menyantap Baksonya tanpa minat.

"Gak pake jeruk nipis? Masih banyak tuh!"

Rina tersentak saat Lulu tiba-tiba duduk di hadapannya membawa serta Bakso kuah pedas miliknya.

Tak ada sahutan.

"Gimana kalo kita tukaran? Kayak SMA dulu. Kamu makan punyaku, aku makan punya kamu! Mau gak?" Lulu bertanya lagi dengan antusias.

Lagi, Rina hanya diam tertunduk.

"Iya deh, gak jadi. Kamu kan gak kuat pedes yah?!" Lulu mendesah, sebenarnya dia hanya pura-pura lupa.

"Kamu kenapa sih? Di belakang aku aja bilangnya kangen, pingin ketemu lah, makan bareng lagi lah, giliran aku ajakin kamu malah diem aja. Kamu masih marah sama aku?" Keduanya sama-sama melupakan Bakso yang mulai dingin dan fokus antara satu sama lain.

"Aku gak bilang gitu" kilah Rina sambil membuang muka.

"Aku tahu kok. Kamu kan gak bisa marah sama aku yah" Lulu tersenyum.

"Siapa yang bilang?!" Ingatkan Rina jika dia akan kualat setelah ini.

"Kamu sendiri!" Ucapan Lulu membuat Rina tersentak.

Oh ya?!

"Kamu sering kok bilang gitu ke aku"

Rina terdiam menunduk. Entah berapa ratus kali dia mengatakan itu pada Lulu dan itu memang benar adanya, bahkan saat itupun dia tidak benar-benar marah melainkan hanya memenangkan egonya. Dia tahu Lulu sama sekali tidak salah waktu itu.
  

Dan setelah percakapan itu, bukannya berbaikan Rina justru semakin menjauhi Lulu, menghindari tatapannya, berpura-pura tak melihatnya bahkan ketika semua teman-temannya mengajaknya untuk mengerjakan tugas kelompok, Rina selalu beralasan sibuk hanya agar tidak bertemu dengan gadis itu.

Rina menangis dalam diam, disampingnya duduk Rayhan sambil mengucapkan beberapa mantra andalannya agar Rina berhenti menangis, setidaknya sampai Rina mau bercerita tentang masalahnya.

"Kamu kenapa sih? Kok jadi cengeng begini? Biasanya juga sinis banget" sakras adalah cara terbaik untuk meredakan Rina yang sedang kesal, menurut Rayhan.

"Kak Ian.. aku tuh gak kuat lagi. Aku capek. Aku mau minta maaf sama Lulu tapi ... tapi .. tar kalo dia marah beneran gimana?" Rina kembali meraung, kali ini Rayhan mengusap pundaknya lebih intens.

Demi apapun, Rina benar-benar seperti anak kecil.

"Eh, kamu gak malu nangis kayak gini? Puspa aja gak nangis, padahal kamu lebih tua loh dari dia!"

‘BUGH!’

"Kak Ian becanda terus!" Lagi Rina menangis setelah melayangkan pukulan ringan ke lengan Rayhan.




"Beda ya kalo sedarah. Mau marahan gimana juga adem-adem aja ngeliatnya" Rayhan tersenyum kembali mengusap punggungnya.

"Ya udah. Gapapa tahan sebentar lagi. Gak lama lagi kok!"

...




SAUDARA

Lulu, berkumpul bersama Siska, Kinar dan Bayu sementara Fauzan mereka suruh untuk menjemput Rina dari Rayhan agar ikut dalam kerja kelompok mereka.

"Kamu masih marahan ya sama Rina?" Kinar membuka suara. Sejak tadi suasana di sekeliling mereka terasa dingin mencekam.

Lulu hanya diam tertunduk.

"Harusnya Rina gak perlu sampe marah yah. Padahal sama Siska juga dia gak masalah" kata Kinar lagi. Siska menoleh, merasa terpanggil.

"Ya gak salah juga sih. Aku emang suka sama Kak Ray tapi kan gak sampe ngajak makan berdua, dibelakang Rina lagi" ucap Siska bernada tak suka.

Dan Lulu masih diam.

"Udah baik Rina itu gak cemburuan, dia juga gak masalah kalo ada cewek lain yang suka sama Kak Ray, dia juga gak marah kalo aku nanyain Kak Ray terus tapi kalo udah nikung gitu sih kayaknya sabar Rina juga pasti ada batasnya kan" lagi Siska berkoar sambil ekor matanya melirik Lulu dengan tajam.

"Eh, apaan sih ni. Kok malah saling nyalahin? Kan Puspa kasihan. Dia juga gak tau apa-apa. Jangan gitu dong!" Untungnya Bayu segera menengahi.

Lulu, yang sejak tadi hanya diam dan tertunduk, lama-lama juga merasa dongkol, harus sampai kapan dia dan Rina terus berjauhan seperti ini. Mungkin memang salahnya waktu itu, tapi bukankah Rina tahu jika dia tidak ada maksud lebih dari tak sengaja bertemu.

Lulu mulai sadar jika Rina memang kesal padanya kali ini. Kebiasaan mereka yang tidak pernah minta maaf namun selalu memaafkan menjadi tidak berarti. Ini bukan masalah sepele seperti jika kau terlambat mengembalikan buku catatan, tapi ini juga menyangkut masalah hati.

Lulu jengah, dan dia muak. Jika Rina tidak mau meminta maaf maka dialah yang memang seharusnya meminta maaf, dan jikapun itu tidak berhasil, maka Lulu mungkin akan melakukan hal diluar fikiran hanya demi satu kata maaf.

Tiba-tiba Fauzan datang dengan berlari, sambil memegangi kedua lututnya yang mendadak lemas,



Fauzan mulai bicara.

"Rinanya gak mau. Katanya dia gak mau dateng kalo Lulu juga ikut" kalimat Fauzan semakin menipis pada ujungnya namun siapa menyangka jika semua orang bisa mendengarnya.

Termasuk Lulu.

"Eh, mau kemana?" Bayu berusaha menahan pergelangan Lulu yang beranjak.

"Pulang!" Jawabnya singkat namun sarat makna.

Tak ada yang bisa menahan bukan karena mereka takut tapi karena mereka mengerti. Jika Lulu butuh waktunya sendiri.

"Kamu sih! Ngomongnya kelewatan, dia jadi marah kan" Bayu menegur Siska yang saat itu terlihat cuek.

"Biarin! Emang dia gitu kok!" Sahutnya.

"Kenapa sih? Ada kejadian apa? Cerita dong!"

"Apa sih Ojan! Kepo deh!"

...

Pagi itu Rina duduk sendirian di taman, di genggamannya ada sebuah buku usang yang entah sudah berapa ratus kali dibacanya berulang-ulang tapi pandangannya justru terlempar jauh ke ujung dunia sana.

Fikiran tentang Lulu kembali menyeruak ke dalam otaknya. Biasanya mereka duduk di sana siang hari sambil berbagi es krim atau coklat. Kemudian saling menceritakan hal-hal konyol sampai mereka larut dalam gelakan tawa dan menangis bahagia, pulang bersama, menghabiskan waktu ber jam-jam hanya untuk berkeliling di pusat perbelanjaan, pergi ke puncak dan berakhir mandi air hujan. Bahagia itu sederhana memang, sesederhana berbagi coklat koin dan melahapnya bersama. Itu yang Rina rasakan selama ini bersama Lulu.

Dan kebahagiaan mereka tidak perlu dibuat-buat.

Tapi bagaimana sekarang?

Rina merindukannya, tapi bukankah dia sendiri yang membuat tembok pembatas yang kokoh agar dia tidak bertatapan dengan gadis itu? Rina juga ingin meminta maaf dengan tulus, tapi dia juga tidak lupa siapa yang salah disini. Ayolah, kenapa Rina sangat sesnsitif terhadap apapun yang berhubungan dengan Lulu?




Tiba-tiba seseorang menyodorkan sebungkus coklat batangan yang Rina tahu itu adalah surga dunia paling receh.

Kedua sudut bibirnya terangkat naik. Sepertinya ini ..

"Baikan yah!"

Dan suara itu membuat senyum Rina kembali luntur meski belum terkembang sempurna. Itu bukan Rayhan.

Tapi Lulu.

Lulu mengambil tempat disamping Rina dan untuk kali pertama dia mendapati jarak di antara mereka, sungguh miris.

Hening. Hanya deruan angin yang terdengar di sekeliling mereka bersahutan dengan helaan nafas berat dari keduanya. Rina yang menghindari tatapan dan memilih untuk berpura-pura tidak melihat apa-apa dan Lulu yang mendadak merasa serba salah. Harus dari mana dia bicara?

"Aku minta maaf!" Akhirnya kalimat itu lolos begitu saja, tentu saja tak ada respon dari yang diajak bicara.

"Aku minta maaf karena udah bikin kamu kesel sampe kita diem-dieman begini" ucap Lulu kembali melanjutkan kalimatnya.

Rina bergeming, benar-benar teguh pada pendiriannya untuk tidak mengacuhkan sahabatnya sendiri, walaupun sebenarnya dia sudah tidak tahan lagi dan ingin cepat-cepat kabur dari sana. Sesak rasanya.

"Yah, walaupun aku gak tau salahku dimana"

Boom!

Seperti yang Rina tebak. Tidak hanya dia yang gengsi untuk meminta maaf bahkan Lulu yang sudah jelas salahnya pun tetap mengelak untuk minta maaf secara tulus.

"Chi!" Rina beranjak bermaksud pergi dari sana. Pagi yang sejuk malah terasa panas dalam sekejap.

Sahabat itu bukan menghangatkan tapi membuat panas.

"Besok aku pulang!"

Ucapan barusan berhasil menghentikan langkah Rina seketika. Apa dia bilang barusan? Pulang? Pulang ke kost an? Pulang dari kampus atau bagaimana? Jangan bilang ..

"Aku mau pulang ke Sumatera!"

Bolehkah Rina jujur? Dia ingin sekali berbalik lalu mengikat gadis itu lalu menyimpannya di dalam tas agar tidak ada satu orangpun yang bisa membawanya pergi kemana-mana dengan alasan apapun.




Rina tahu benar jika dirinya egois bahkan egonya setara dengan gengsinya sendiri. Kalau sudah begitu siapa yang tahan dekat-dekat dengannya?

Tapi dia memilih pergi. Meninggalkan Lulu tanpa sepatah katapun atau mungkin sedikit pelukan sebagai bentuk penyesalan dan minta maaf.

Lulu menghela nafas berat, sepertinya Rina memang sudah tidak mau memaafkannya atau mungkin tidak akan ada lagi sahabat berjuluk ‘Bloodmate’.

Bicara tentang Bloodmate, biasanya mereka sangat menjunjung tinggi nama itu. Satu-satunya kekuatan yang mereka miliki untuk terus bertahan, tapi nyatanya sekarang kata itu pun sudah tidak berguna lagi.

Mereka hanya sedarah, bukan saudara. Dan itu tidak bisa merubah apapun.

...

Di sebuah pusat perbelanjaan ada Rina, Rayhan dan juga Abid, meski begitu tak membuat Abid merasa menjadi Racun Nyamuk karena Rina yang memang ramah ditambah Rayhan yang cuek, Abid sama sekali tidak merasa terbengkalai.

"Kita ini ngapain sih?" Abid membuka suara setelah disadari mereka semua tampak tidak bersemangat bahkan Baskin Robin yang biasanya punya magnet tersendiri kini tak lagi ada daya tariknya.

Rina menghela nafas paling keras. Rayhan dan Abid mengerti apa yang dia rasakan saat ini, tadi Rina sempat bercerita jika Lulu akan pulang ke Sumatera dan yang membuatnya sedih adalah kenapa Lulu tidak mengajaknya juga?

"Udahlah. Lupain yang tadi, kita ke sini kan untuk refreshing. Kalo kita lemes begini gimana mau fresh lagi?" Rayhan berkoar.

...

Di perjalanan menuju ke Bandara, Lulu hanya termenung diam menatap pemandangan di luar jendela tanpa minat. Haruskah persahabatan sedarah itu berakhir dengan tragis hanya karena masalah sepele?

[Beberapa hari yang lalu]

Lulu sedang berjalan bersama Rina saat Rayhan tiba-tiba datang dari arah belakang dan menarik Lulu pergi bersamanya bahkan dibawa dengan motor besar kebanggaan Rayhan.



Awalnya Rina tidak mempermasalahkannya karena dia kenal Rayhan tidak akan melakukan apapun tanpa sebab, tapi Abid menghubunginya dan memintanya datang ke sebuah cafe di dekat kampus karena kebetulan dia juga ada di sana.

Rina masih dalam mood yang baik saat Abid memintanya datang dengan alasan dia harus melihatnya karena penting. Dan sesampainya di sana, Rina malah disuguhkan pemandangan yang benar-benar membuat jiwanya terbakar entah karena apa padahal ini bukan kali pertama dia melihatnya.

Lulu sedang menahan tangan Rayhan yang jelas-jelas ingin pergi dari sana bahkan terdengar permohonan tulus agar Rayhan tidak pergi meninggalkannya sendirian.

Apa-apaan?!

Abid bilang Rayhan mengajak Lulu datang ke cafe karena dia disuruh temannya tapi semuanya jadi kacau karena teman yang Rayhan bilang itu terlambat datang sementara Lulu malah tidak mau ditinggal sendirian di cafe padahal hari itu Rayhan sudah janji akan menghantarkan Rina ke toko buku.

Jelas saja itu membuat Rina marah, ternyata Lulu penyebab kenapa hari itu Rayhan membatalkan janji mereka begitu saja dan bodohnya Rina yang justru marah pada Rayhan.

Sejak saat itu Rina benar-benar menjaga jarak dari Lulu, sahabatnya.

...

Ddrrrttttt...

Ddrrrtttt....

Getaran ponsel memecah lamunan Lulu, dilihatnya layar ponsel yang menunjukkan nama Rina tertera disana.

Lulu tersenyum.

Apakah ini pertanda baik?

"Iya, hallo? Kenapa Rin?!" Sambil mengulum senyum Lulu masih menahan diri agar tidak menjatuhkan harga diri Rina di seberang sana.

"Maaf, tapi saya cuma mau ngasih tau kalo yang punya HP barusan dibawa ambulan ke Rumah Sakit. Barusan ada kecelakaan, cewek yang punya HP ini patah kaki sama tangannya!" Demikian penuturan



orang di seberang sana membuat Lulu merasa lemas meskipun dia tengah duduk di dalam taxi.

"Kalo kamu temannya, kamu bisa ambil HP nya di ..."

‘PIP!’

"Kita putar balik pak! Cepet ya!"

...

Lulu berlari secepat yang ia bisa, menuju ke tempat dia harus ada di sana bukan Rumah Sakit tempat Rina dirawat melainkan taman. Tidak lama setelah mendapat telpon dari orang asing itu, Lulu segera menghubungi Rayhan untuk memastikan kebenarannya dan ternyata Rayhan juga mengiyakan perihal kecelakaan yang menimpa Rina. Rayhan menyuruhnya datang ke taman untuk membawa serta ponsel Rina dan pergi bersama Abid yang sudah menunggunya di sana.

"Kak Abid!"

Abid menoleh saat mendengar namanya dipanggil, ditangannya ada ponsel Rina yang tak bertuan.

Dan Lulu datang menghampirinya dengan berlari.

"Kak! Ayo kita ke Rumah Sakit!" Ajak Lulu gusar. Demi tahi lalat di mata Rina dia benar-benar ketakutan setengah hidup.

Abid bergeming.

"Ayo Kak! Buruan! Aku mau lihat Rina!" Lulu memohon dengan menangkupkan kedua telapak tangannya di depan wajah. Matanya pun mulai berkaca-kaca.

Abid menggeleng dengan wajah tertunduk.

"Tunggu apa lagi Kak Abid? Kamu gak khawatir apa? Rina ada di Rumah Sakit. Ayo kita ke sana!!" Rengek Lulu tak berhenti, bahkan tak segan dia menarik tangan Abid yang jelas lebih kekar darinya.

"Kamu telat!"

Apa maksudnya? Telat datang ke taman? Atau telat datang bulan? Abid bicara apa? Sama sekali tidak bisa dimengerti.

"Ayo ikut aku!" Abid langsung menarik tangan Lulu dan menyeretnya pergi dari sana dengan tergesa-gesa. Entah kemana dan entah kenapa.

...

Abid membawa Lulu ke sebuah taman lain yang belum pernah dihampirinya, taman dengan danau besar di tengahnya dan terdapat jembatan kecil disana.

"Kenapa kita ke sini Kak Abid?!" Lulu menatap tajam kepada Abid menagih penjelasan. Tidak tahukah Abid betapa takutnya dia saat mendapat kabar buruk yang menimpa Rina, tapi Abid malah menariknya ke taman lain.

Maksudnya apa?

"Rina gak mau kamu datang ke Rumah Sakit!" Ucap Abid.

Sangat jelas. Rasanya seperti ada yang menohok langsung ke jantung Lulu. Benarkah Rina tidak mau bertemu dengannya lagi.

"Dia bilang dia gak sudi kamu dateng ke Rumah Sakit untuk jengukin dia atau lebih baik dia yang pergi. Dia marah karena orang asing itu malah nelpon kamu bukannya Rayhan dia juga marah sama aku karena aku nungguin kamu di taman" Abid bercerta lagi.

Sungguh Lulu merasa kepalanya akan pecah saat ini.

"Tapi kenapa .." dan itu untuk pertama kalinya Lulu menangis terang-terangan. Dia benar-benar sakit karena nasib persahabatan mereka yang kandas begitu saja.

"Karena .."




1










2











"SURPRISE!!!!"

Lulu dan Abid menoleh ke asal suara bersamaan. Dari balik tembok tinggi itu muncul segerombolan kawan kampusnya. Fauzan, Siska, Kinar, Bayu, Rayhan, teman kelas yang lain, beberapa orang asing yang tak dikenal Lulu dan tak lupa Rina yang berdiri paling depan sehat walafiat lengkap dengan Birthday Cake di tangannya.

Abid ikut bergabung bersama mereka lalu menyanyikan lagu selamat untuk Lulu yang sedang berulang tahun ke - 20 tepat pada hari itu. Sementara Lulu masih terpaku demi meresapi apa yang baru saja dilihatnya.

Happy birthday to you..

Happy birthday to you ..

Happy birthday to Lulu ..

Happy birthday Lulu ...

Yeeeaayy...!!!

Rina memberikan kue itu kepada Rayhan kemudian berderap menghambur memeluk Lulu se-erat yang ia bisa bahkan jika lupa dia bisa saja membunuh Lulu karena kehabisan nafas.

"Maafin aku ya. Sebenernya semuanya cuma settingan, aku gak marah sama kamu. Semua kejadian itu udah kita rencanain sebelumnya dari jauh hari karena aku bingung gimana caranya bikin kamu kesel sama aku, bahkan sampe hari ini kamu juga gak marah malah aku yang kesel karena kamu mau pulang ke Sumatera. Sekali lagi maaf ya, jangan diambil hati" Rina melonggarkan pelukannya dan menatap Lulu yang masih shock sepertinya.

"Kamu marah ya? Aku special ngelakuin ini buat kamu loh, bahkan mereka kulatih Acting biar kamu gak curiga. Kalo kamu marah .." Rina berbalik ke belakang dan matanya membidik satu kepala.

"Ini idenya Abid tau!"

Lulu mendelik Rina dengan deadglare, jujur saja dia ingin mencubit pipi tembam Rina sampai melar kalau saja dia tahu akhirnya akan seperti ini. Mereka fikir Lulu tidak depresi?

"Hehe .."

"Awas ya kamu!!" Tangan Lulu terkepal keras, giginya menggeretak geram dan ..

‘SRAAATT!!!’

"Hayooo yang ulang tahun gak boleh dendam!" Fauzan menyemprot wajah Lulu dengan wapspray.

"Makin tua harus makin sabar .." lagi Kinar menambahi sambil mencolek wajah Lulu dengan wipecream.

"Mukanya jelek kalo lagi ngambek!" Bayu juga tak mau tinggal.

"Pus ..."

Siska terdiam dengan cengiran konyolnya. Jangan sampai Lulu ingat kalau dialah yang paling sakras diantara yang lain.


"Awas yah kalian!!!"

Jika boleh jujur sebenarnya Lulu sangat marah, tapi mendadak hatinya berbunga-bunga karena mendapat kejutan beruntun dari para sahabatnya terkhusus Rina.

Mereka memang bukan saudara tapi karena sedarah, ikatan mereka terjalin melebihi itu dan itu adalah kebahagiaan sederhana yang Lulu pelajari dari persahabatannya bersama Rina.

Jika ditanya siapa yang sedarah namun bukan saudara, maka jawabannya adalah.

Bloodmate!

...




EPILOG – SERAH DAH!


Rayhan yang sejak tadi sibuk menyiapkan BBQ bersama Zaka – Kakak Sulungnya – dan juga adiknya Zidan akhirnya mendekati beberapa orang yang sibuk berlarian saling mengejar. Rayhan bisa menebak jika setelah ini Rina akan dijitak sampai kepalanya bocor oleh Lulu, entah kenapa melihat mereka berlarian seperti itu Rayhan merasa suka.

Lulu berhenti dari aktivitasnya mengejar Rina dan kawannya yang lain, dia lelah karena terlalu banyak tertawa dan ini mungkin adalah hari terbaik dalam hidupnya.

“Puspa, maaf ya. Karena ide konyol ini kamu jadi kepikiran terus” tau-tau Rayhan muncul dan menyapa Lulu disana.

Lulu tersenyum canggung, dia masih trauma melihat Rayhan karena insiden settingan kemarin.

Sumpah.

“Perlu kamu tahu, Rina terus kepikiran sama kamu, dia bener-bener gak sampai hati marahin kamu kayak kemaren yah walaupun Cuma settingan. Dia bahkan nangis-nangis minta cepet diselesain” cerita Rayhan lagi.

Rina itu sebenarnya cengeng dan sangat mudah menangis tapi entah kenapa dia tidak pernah bisa mengeluarkan air matanya sendiri, dan Lulu tahu itu.

“Sekali lagi maaf dan Selamat Ulang Ta-“




“Eeh.. apaan nih. Berdua-duaan aja, Kak Ian gak boleh modus ya!” Rina muncul lalu segera menyeret Rayhan menjauh dan mendorong Abid mendekat pada Lulu sebagai gantinya.

“Noh! Jomblo sama jomblo ngobrol aja berdua. Mana tau jod- hhhmmppffttt”

Sebelum Rina menyelesaikan kalimatnya, Rayhan dengan cepat membungkam mulut Rina dengan telapak tangannya.

“Bener ya kata Puspa, kamu kalo ngomong suka gak disaring!” sekarang gantian Rayhan yang menyeret Rina menjauh dari sana.

Membiarkan Lulu dan Abid hanya berdua. Dalam keheningan canggung.

Awalnya Lulu sangat menghormati Abid sebagai seniornya apalagi Abid termasuk Kakel idaman, meski kesal dia tetap harus bersikap baik pada Abid mengingat Rina juga sangat menyukai Abid – sebatas lucu.

Tapi jujur saja, sejak Rina dan Rayhan mengatakan jika Abid adalah dalang dibalik semua kejadian kejam ini, Lulu rasanya ingin mencoba sekali bagaimana rasanya melubangi otak senior dengan jitakan mautnya.

“Ehem.. sebenernya semua ini aku yang rencanain, aku minta Rina sama Ray untuk sama-sama ngerjain kamu sebelum Surprise Party malam ini. M.. maaf yah” entah kenapa malam ini Abid bicara gagap.

“Kak Abid tahu gak? Kemaren itu aku rasanya mau gila karena gosipnya kemana-mana” ujar Lulu masih menahan diri.

“Iya, aku tahu. Makanya aku minta maaf. Tapi aku salut karena kamu masih bisa bertahan walaupun sampe tiga hari Rina gak mau ngomong sama kamu tapi kamu tetep deketin dia dan minta maaf, padahal itu Cuma ekting” cicit Abid. Sungguh dia tidak enak hati.

Tapi Lulu tersenyum lucu.

“Iya, gapapa Kak. Lagian aku juga udah seneng banget dikasih kejutan sebesar ini. Makasih ya Kak”

Abid menghembuskan nafas lega, setidaknya rencana keduanya berjalan mulus, kan.

...

Satu per satu dari mereka memberikan ucapan dan kado untuk Lulu kecuali Rayhan karena Rina dengan terang-terangan melarangnya memberikan barang bentuk apapun meski kepada sahabatnya sendiri. Kali ini dia mengantisipasi agar peristiwa kemarin tidak benar-benar kejadian.

“Lulu, aku sebenernya gak bawa apa-apa untuk hadiah, kamu tahu lah. Aku gak punya uang dan keluargaku jauh” ucap Rina malu-malu dengan kedua tangannya terikat di belakang tubuh.

“Asal kamu tahu, kado kamu udah yang paling gede, paling mahal tak terhingga dan paling membekas di otakku” jawab Lulu geram.

Rina mengerutkan dahi kebingungan.

Memangnya dia memberikan apa?



“Apaan sih? Aku kan gak ngasih kamu apa-apa!” kilah Rina mengingatnya dengan jelas.

“Ada!” kata Lulu lagi.

“Apa?”

Lulu tersenyum lalu menyentuh dada kirinya dengan telunjuknya.

Jantung?

“Aku sakit hati. Kemaren kamu kasar banget!” Lulu mencebik, merubah mimik wajahnya seperti bocah 5 tahun yang menangis karena tidak dibelikan coklat.

“Ahahahaha... aku kan udah minta maaf kalo soal itu” kilah Rina lagi. Terus terang saja dia juga merasa tidak enak.

“Oh ya! Ada yang mau ngasih hadiah special nih!”

Gantian Lulu yang kebingungan. Rina berbalik ke belakang lalu terlihat menarik Abid keluar dari persembunyiannya.

Lalu mendorongnya pada Lulu (lagi).

Apa lagi ini?

“Ehehe.. maaf yah! Rina kasar banget... emang!” Abid mulai merapikan sikap berdirinya kemudian berdehem seakan ingin membicarakan sesuatu yang paling ‘bagus’.

“Eeung... Selamat ulang tahun yah. Wish u all the best pokoknya” ucap Abid lagi-lagi gagap. “Makasih Kak..”

Kalau bukan karena Rina, pastilah Lulu sudah melesat pergi menikmati BBQ bersama Bayu dan yang lainnya.




*Hening*





“Kamu mau gak jadi pacarku?!”

“Ah?!”

...


“Cieee yang udah baikan!” Fauzan berseru menyoraki Rina dan Lulu yang datang bersama.

“Apaan sih? Kita kan emang gak musuhan yah?!” Rina berkilah dengan alis naik menatap Lulu di sampingnya.

“Iya, namanya juga BM!” jawab Lulu menimpali.

“Eh? BM? Apaan BM?” Kinar dan ke tiga temannya saling lempar pandang bingung.



.



.



.



BLOODMATE!”



~FIN~

Komentar

Postingan Populer